Postur demografi negara-negara
maju yang menginjak fase—meminjam istilah Ronald Inglehart—post-materialist society saat ini dihadapkan pada masalah penuaan
penduduk (aging society). Artinya
penduduk negara maju yang sudah mapan secara finansial memilih untuk tidak
memiliki anak, tapi boleh jadi mereka tidak meninggalkan “kawin” hanya saja
tidak ingin punya anak. Fase dimana ketika harapan hidup di negara maju tinggi,
namun tidak dibarengi jumlah angka kelahiran. Hal ini menyebabkan kurangnya
jumlah usia produktif dalam jangka kurun waktu 20 tahun mendatang.
Sebaliknya, negara-negara
dunia berkembang di kawasan selatan
seperti Indonesia justru mengalami gejala sebaliknya. Jumlah penduduk tak
melesat jauh dari prediksi karena tingkat fertilitas tak banyak berubah dalam
jangka panjang. Angka fertilitas di Indonesia sekarang ini 2,6. Artinya,
rata-rata perempuan memiliki dua anak. Tanpa ada usaha pembatasan jumlah
penduduk secara sistematik, maka dalam dua dasawarsa ke depan , tingkat
kelahiran anak masih berada pada di atas 2,0. Memang masalah-masalah sosial
akan muncul akibat membengkaknya angka fertilitas. Namun tingkat fertilitas
akan mendorong munculnya “akibat tak terduga” (unintended consequence) yang disebut era bonus demografi (demographic divindend) yang secara
teoritik, memiliki dampak positif terhadap ekonomi. (Sumual, 2011)
Sebenarnya kutipan diatas
tidak berpengaruh banyak dengan tulisan saya, cuma senang aja saya mengutip
datanya.hehe
Sabtu, 11 Februari 2012,
kemarin merupakan hari yang bersejarah, bukan untuk saya, melainkan untuk kawan
saya kuliah dari program studi alat berat bernama Agus Effendi. Menjadi sejarah
buat dirinya tapi juga bersejarah untuk angkatan 2007, dimana dia adalah orang
pertama dari program studi alat berat yang melepas masa lajangnya. Entah
kebetulan atau apa, Agus ketika kuliah adalah orang dengan nomer absen
berdasarkan abjad adalah yang pertama pula. Oia. wanita yang berhasil Agus
persunting bernama Aida.
Harapan dari kami, kawan-kawan
dari Alat Berat (terutama Alat Berat Angkatan 2007) adalah agar Agus dan Aida
dapat membangun keluarga Sakinah
(ketentraman) Mawadah Wa Rahmah (penuh
kasih dan sayang). Harapan juga agar cepat dapat momongan, mengingat angka
fertilitas di Indonesia diatas 2.0, maka cepat-cepatlah punya anak, 2 cukup,
laki perempuan sama saja.
Nah, untuk kawan yang ingin
melanjutkan jejak kawan kita—Agus—kalau sudah siap secara fisik dan materil
disegerakanlah, tunggu apa lagi. Tapi kalau belum siap, ingat anjuran dari Nabi
saw,
“wahai pemuda, siapa diantara kalian yang mampu (secara fisikal maupum material) untuk kawin, hendaklah kawin. Itu lebih dapat menghalangi pandangan (melihat yang terlarang) dan lebih membentengi alat kelamin serta barang siapa yang tidak mampu (secara materil tapi mampu secara fisikial), maka hendaklah dia berpuasa, karena puasa (menjadi) penangkal baginya” (HR. Bukhari dan Muslim melalui sahabat Nabi, Abdullah bin Mas’ud)
Lantas bagaiman dengan saya. Saya
ini secara fisik jangan ditanya , tapi secara material, aih, sekarang aja masih
nganggur. Nanti malah jadi “anggur merah” (menantu nganggur, mertua marah). Kesimpulannya
saya mesti banyak-banyak puasa deh. T-T
Demikian saya akhiri, doakan
saya semoga cukup secara materil, artinnya cukup juga buat biaya kawin,,hahaha
Sampai jumpa di tulisan
selanjutnya..
Selamat Menempuh Hidup Baru Kawan
Reviewed by Bilik Sukma
on
Tuesday, June 25, 2013
Rating:
.jpg)
Pada kenyatannya, jumlah anak yang dimiliki pasangan di negara kita ini dipengaruhi oleh faktor budaya. Idealnya memang satu perempuan dan satu pria.
ReplyDeletebanyak anak banyak rejeki...hahaha
Deletemakasih sudah berkunjung..